bismillah

بِسْــــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم

Kamis, 03 November 2022

DONGENG PERANG DIPONEGORO DAN PUISI DIPONEGORO KARYA CHAIRIL ANWAR

 

PERANG DIPONEGORO

Pada suatu hari di desa Tegalrejo kota Yogyakarta hidup seorang anak bernama Bendara Raden Mas Mustahar ya Bendara Raden Mas Antawirya. Walaupun keturunan Kraton Yogyakarta, Mustahar kecil diasuh di luar benteng istana oleh kakek dan buyutnya. Beliau diajarkan bercocok tanam oleh kakeknya di pedesaan nan asri, berbaur dengan masyarakat setempat.

Masa kecil beliau penuh warna dan lebih memahami kehidupan masyarakat Yogyakarta khususnya, pun masyarakat Indonesia pada umumnya. Penduduk kala itu banyak melakoni menjadi pedagang, buruh tani, atau bahkan buruh dan budak karena dampak revolusi industri di Eropa. Walau hidup di pedesaan Diponegoro kecil tetap mendapat pendidikan untuk membaca dan menulis.

Ratu Ageng Tegalrejo, permaisuri Hamengkubuwono I adalah buyut Pangeran Diponegoro. Dari Ratu Ageng Tegal Rejo yang menuliskan cerita Menak Amir Hamzah berbahasa Persia menjadi beraksara Jawa, Diponegoro setiap malam diceritakan kisah heroik seorang sosok pemimpin bernama Hamzah.

“Tyang Agung Jayengrana, ya Amir Hamzah seorang paman dari Rasulullah SAW yang dahulu menjadi seseorang yang membela kebenaran dan menegakkan agama tauhid, meng-Esakan Tuhan, menjadi badiuzzaman atau cahaya zaman.” Ucap Ratu Ageng Tegalrejo kepada Diponegoro kecil saat menceritakan serat Menak.

“Nggih eyang, saya begitu kagum dengan beliau Amir Hamzah, pangestu eyang Ratu Ageng Tegalrejo saya simpan, doakan aku kelak menjadi pemimpin dalam kebajikan dan dapat menumpas ketidak adilan Eyang.” Pinta Diponegoro Kecil.

Mas Mustahar tak hanya tumbuh menjadi sosok yang pandai karena rajin membaca dan belajar, lingkungan pula membesarkannya menjadi pribadi yang bijaksana dan religius. Forum-forum pengajian dan perkumpulan ulama beliau sambangi.

Ternyata saat remaja beliau melihat revolusi industri turut merajalela di bumi kelahirannya, Yogyakarta. Rel-rel kreta dan jalan beraspal gencar di bangun, asap-asap pabrik membumbung tinggi, lahan pertanian berubah menjadi tanaman-tanaman industri, dan perbudakan terhadap pribumi. Salah satu lahan pemakaman milik leluhur Diponegoro menjadi areal yang akan diratakan dengan jalan beraspal.

Kemarahan Diponegoro mencuat, bukan hanya sekedar karena rencana penggusuran areal pemakaman nenek moyangnya yang akan dibangun jalan raya, namun lebih dari itu ia sebagai warga asli Yogyakarta merasa tak lagi dihargai oleh kompeni dan VOC.

“Semakin merajalela saja VOC dan orang-orang asing di tanah Mataram ini!” Ucap Pangeran Diponegoro merasa diremehkan.

“Aku dan semua elemen nusantara akan bersatu untuk menumpas kebiadaban kompeni!”

Maka para sentana dan pangeran kraton Yogyakarta turut dalam pertempuran itu, para ulama, rakyat, pedagang, petani pun juga semua unsur masyarakat menyatu dan membentuk pasukan perang.

Selama kurun waktu 1,5 tahun pertama, pangeran Diponegoro bermasrkas di goa Selarong di Bantul. Siasat-siasat perang selalu diutamakan. Berkat literasi kitab Menak Amir Hamzah yang piawai dalam hal strategi perang, pangeran Diponegoro berhasil membangun pasukan berdasarkan sistem perang Turki dengan mengadopsi cara dan nama-nama pasukan perang Turki. Pangeran Diponegoro dan para pemimpin pasukan perang memakai jubah perang, keris, berkuda dan juga bersurban di kepala sebagai tanda perang yang mereka lakukan adalah perang suci yang meneggakan keadilan di tanah nusantara.

“Perang ini adalah perang suci, kami berperang atas nama keadilan. Rakyat nusantara tak boleh gentar! Kita harus menang dan menjadi tuan di negeri kita sendiri!” Seru pangeran Diponegoro menyemangati dan membakar spirit pemimpin dan prajurit perang.

Jenderal De Kock di pihak Belanda merasa gentar dengan kegigihan pasukan Diponegoro yang sangat ahli.

“Pasukan Diponegoro semakin menjadi-jadi saja, tak akan aku biarkan kita kalah dalam perang ini. Siapkan pasukan terbaik untuk mengalahkan Pangeran Ngabehi di Kulon Progo!” ucap Jenderal De Kock mencoba memukul mundur pasukan pribumi.

Pangeran Ngabehi berhasil dikalahkan oleh kompeni di daerah Kulonprogo. Semangat pangeran Diponegoro sempat goyah, sebab pangeran Ngabehi merupakan pemimpin perang yang gigih di pihak pribumi.

Perang selama lima tahun itu benar-benar dahsyat dimenangkan oleh Pangeran Diponegoro sebagai wakil dari rakyat pribumi. Bersama para pengikutnya, Diponegoro menyusun siasat dan strategi untuk menyerang VOC. Perang Diponegoro membangkrutkan lumbung kas Belanda dan juga menewaskan sekitar dua ratus ribu orang.

Perang dahsyat ini dipimpin oleh Pangeran Diponegoro, disebut juga sebagai Perang Jawa dan digambarkan dalam lukisan Perang Baratayudha oleh Hamengkubuwono V.

 

WRITTEN BY RAHAYU NUR HAYATI 

 

 

DIPONEGORO

Karya Chairil Anwar

Di masa pembangunan ini
Tuan hidup kembali
Dan bara kagum menjadi api
Di depan sekali tuan menanti
Tak gentar. Lawan banyaknya seratus kali.
Pedang di kanan, keris di kiri
Berselempang semangat yang tak bisa mati.
MAJU
Ini barisan tak bergenderang-berpalu
Kepercayaan tanda menyerbu
Sekali berarti
Sudah itu mati
MAJU
Bagimu Negeri
Menyediakan api
Punah di atas menghamba
Binasa di atas ditinda
Sungguhpun dalam ajal baru tercapai
Jika hidup harus merasai
Maju.
Serbu.
Serang.
Terjang.

Februari 1943

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar