bismillah

بِسْــــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم

Rabu, 11 Oktober 2023

PENGALAMAN MENJADI DUTA ARSIP DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA


 MENGENAL KEISTIMEWAAN YOGYAKARTA MELALUI ARSIP

Keistimewaan Yogyakarta menjadi salah satu pesona Indonesia di mata dunia, keberadaan kerajaan besar menjadikan Yogyakarta sebagai pusat perkembangan kebudayaan. Lembaga kearsipan mempunyai peran penting dalam pemeliharaan arsip dan pelestarian pengetahuan sejarah Yogyakarta mulai dari masa Mataram Kuno, Mataram Islam, hingga masa Kraton Yogyakarta dan Pura Pakualaman.

Dinas Perpustakaan dan Arsip Daerah (DPAD) Daerah Istimewa Yogyakarta menjadi salah satu tempat dimana kita dapat menemukan arsip-arsip penting perjalanan Yogyakarta. Arsip kadang dipandang sebagai benda kuno yang harus disimpan dan jarang sekali dibuka. Namun, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi mempengaruhi cara mempelajari dan menikmati arsip. DPAD DIY dikepalai oleh Dra. Monika Nur Lastiyani, M. M. melaunching Diorama Arsip Jogja pada Februari 2022, dimana arsip keistimewaan Yogyakarta dibumikan dan diperkenalkan kepada masyarakat dalam bentuk kekinian.

Diorama Arsip Jogja menceritakan Yogyakarta selama kurun waktu 430 tahun, mulai dari masa Panembahan Senopati hingga masa kini pada era Hamengkubuwono X yang dibagi kedalam delapan belas ruangan. Melalui ruangan-ruangan tersebut pengunjung dibuat seperti berjalan dilorong waktu dengan disuguhi berbagai macam interpretasi arsip dalam bentuk karya lukisan, patung, foto, hologram, duplikasi manuskrip, dan film. Pengalaman interaksi dengan arsip dibeberapa ruangan juga disuguhkan menggunakan augmented reality dan immersive technology.

DPAD DIY menobatkan lima Duta Arsip pada 31 Juni 2022 yang terlibat dalam program dan kegiatan kearsipan di DPAD, yang juga mempunyai tugas untuk memperkenalkan arti dan fungsi arsip. Dalam perjalanannya Duta Arsip telah dilibatkan dalam kegiatan pameran arsip Mangayubagyo Pelantikan Gubernur dan Wakil Gubernur DIY periode 2022-2027. Duta Arsip juga terlibat sebagai pendamping Kapanewon Banguntapan Bantul dan Mahasiswa Jurusan Arsip UGM dalam acara Wisata Sadar Arsip DPAD DIY dimana peserta diajak mengunjungi Depo Arsip DPAD DIY, Kraton Yogyakarta, Pura Pakualaman dan Diorama Arsip Jogja. Wisata Sadar Arsip mengedukasi peserta tentang tata pengelolaan, restorasi, penyimpanan dan layanan arsip di lingkup Daerah Istimewa Yogyakarta.

Kesempatan menjadi Duta Arsip memperluas horizon tentang arsip, memotivasi diri untuk berkembang mempelajari ilmu kearsipan, sejarah, kebudayaan, seni dan ilmu baru lainnya baik yang datang dari ahli Indonesia maupun ahli luar negeri. DPAD DIY bekerjasama dengan Mahasiswa Kedokteran UGM yang menjadi tuan rumah Asian Medical Students’ Exchange Program (AMSEP) Chapter Philippine. Pada akhir acara tersebut 13 Agustus 2022, pengalaman berharga bagi saya sebagai Duta Arsip diberi kesempatan untuk memperkenalkan budaya dan sejarah Indonesia melalui Diorama Arsip Jogja. Pengalaman menarik lainnya adalah ketika DPAD mengundang pembicara nasional maupun internasional dalam kegiatan rapat koordinasi maupun seminar kearsipan.

Pada 29 Agustus 2022, Duta Arsip DIY berkesempatan mengikuti Rapat Koordinasi Penyusunan Naskah Sumber Arsip Perjalanan Kembalinya Naskah Kasultanan Yogyakarta dari Inggris ke Yogyakarta. Pembicara dalam rakor tersebut antara lain Peter Carey sejarawan Inggris, Eko Suwanto DPRD DIY, Trisundari purna bakti Kabid Arsip Statis DPAD DIY dan dimoderatori oleh Waluyo Kardiman dosen Vokasi Kearsipan UGM. Penyusunan naskah sumber arsip tersebut dimulai saat Pemda DIY tahun 2014 mencoba melacak manuskrip dan naskah Kraton Yogyakarta saat peristiwa Geger Sepehi ke British Library. Naskah dan manuskrip yang berhasil dilacak dan menyerahkan file tersebut dalam bentuk digital kepada ngarsa dalem Hamengkubuwana X.

Peter Carey menyampaikan bahwa naskah Indonesia yang ada di British Library ada sekitar tujuh puluh lima naskah manuskrip yang berasal dari Kasultanan Yogyakarta dan sebagian lainya adalah koleksi pribadi dari Rovet. Manuskrip tersebut sudah digitalisasi dan dapat di akses website www.bl.uk, beberapa naskah sudah dicetak oleh DPAD DIY dan dapat dibaca di ruang Layanan Arsip. Tahun 1988 Inggris sudah membuat microfilm naskah-naskah tersebut dan menyerahkannya kepada Kasultanan Yogyakarta, tetapi saat beliau datang ke Widya Budaya Perpustakaan Kraton untuk mempelajari arsip tentang pangeran Diponegoro microfilm tersebut sudah tidak bisa dibuka. Belajar dari hal tersebut Carey mengkritik sistem penyimpanan dan perawatan arsip di Indonesia supaya dilakukan berdasarkan standar internasional agar arsip tetap terjaga dengan baik. Tidak hanya itu, kritik terhadap masyarakat Indonesia yang masih sangat minim untuk mempelajari naskahnya sendiri. Kebanyakan buku, jurnal dan penelitian internasional mengenai naskah Indonesia justru ditulis oleh orang asing. Peter Carey menyarankan agar naskah manuskrip Indonesia dapat diduplikasi, ditransliterasi, dan dipopulerkan menjadi bentuk karya film, kartun, dipelajari, ditulis kembali dan diajarkan kepada masyarakat.

Eko Suwanto, DPRD DIY, menyampaikan saat melacak naskah Kraton Yogyakarta di British Library. Beliau menggambarkan penyimpanan dan pengelolaan arsip di perpustakaan tersebut sangatlah baik. “Pegawai British Library betul-betul merawat dan memperlakukan arsip dengan baik, salah satunya adalah tidak boleh membawa handphone, memotret atau memvideo naskah kuno karena cahaya dapat mempengaruhi suhu ruangan.” terang Eko. Sayangnya di Indonesia belum menerapkan peraturan ketat tetang arsip, bahkan di Indonesia dan Yogyakarta sendiri belum ada anggaran dan perhatian yang cukup untuk merawat, meneliti, mendigitalisasi dan merenovasi ruangan penyimpanan arsip menjadi berstandarisasi internasional.

Theresia Trisundari, purna bakti Kabid Arsip Statis DPAD DIY memaparkan kegiatan saat pelacakan manuskrip Kraton Yogyakarta tersebut. Hal menarik dari penyampaian beliau ketika memperlihatkan Serat Menak Kraton Yogyakarta yang kemungkinan ditulis oleh Ratu Ageng Tegalrejo, permaisuri Hamengkubuwono I berada di British Library. Serat tersebut menceritakan tentang perjalanan heroik Amir Hamzah, paman Nabi Muhammad yang kurang lebih tertuang dalam tiga ribu halaman. Menurut pak Kardiman serat tersebut yang mengilhami pangeran Diponegoro melakukan perang Jawa untuk melawan penjajah. “Pak Lohya menjadi donatur dalam pendigitalisasian Manuskrip Kraton Yogyakarta yang kemudian pada 20 Maret 2018 British Library melaunching katalog Java Manuscript.” terang bu Theresia.

Arsip adalah harta karun yang berharga dan salah satu benteng peradaban bangsa. Arsip dan keistimewaan Yogyakarta saling mengisi dan menyempurnakan. Perjalanan berharga menjadi Duta Arsip DIY sehingga dapat mengetahui cerita yang terkandung didalam arsip itu sendiri maupun perjalanan pengelolaan arsip di Indonesia. Dibalik perjalanan tersebut masih banyak PR dalam pengelolaan arsip agar dapat terjaga dan ilmu di dalamnya dapat dipelajari dan dapat diwariskan sebagai kekayaan Indonesia. Yang terpenting adalah bagaimana mengedukasi masyarakat dalam penyimpanan arsip, membudayakan untuk membaca, mempelajari arsip sehingga manfaatnya dapat dipetik melalui Gerakan Sadar Arsip. DPAD DIY menjadi salah satu tempat dimana masyarakat mempelajari arsip melalui ruang Layanan Arsip dan Diorama Arsip Jogja. Selain itu di gedung Depo Arsip masyarakat bisa mendapat layanan menyalin arsip dan merestorasi arsip pribadi maupun instansi. Salam Arsip! 

Jumat, 14 Juli 2023

THE JAVANESE ROYAL HEROINE / PASUKAN WANITA JAWA

Once upon a time, when initially I moved to Yogyakarta at the end of 2017 for getting my further education, I dreamed about an astonishing heroine figure in the Javanese palace. She rode a horse and had  patrem kris. She is not only could be gentle but also even stronger. She was a brave woman who had a special mission. I told my dream to my twin and her boyfriend, my twin's boyfriend said that earlier there was a kind of women royal troops who behave and dress like usual Javanese women but they have a crucial role in protecting women of the royal family.

After I graduated, lately I found that the figure truly existed in our past precious history. Through many seminars on Javanese manuscripts, I found some literature that tells about Javanese heroines that has the same depiction as what I got in my dream.  

First comes from the story of Yogyakarta Sultanate, the heroine troop was Ratu Ageng Tegalrejo, the first queen consort of Yogyakarta Sultanate's or Hamengkubuwana's queen consort who was really skillful in horse riding as well as fighting using a sword. The most favorite heroine of mine who had written Menak manuscript telling about the epic story of Tyang Agung Jayengrana or Amir Hamzah, Rasulullah Muhammad's uncle adapted from Persian literature. She also taught young Diponegoro about Menak manuscript, from the inspiring story of Amir Hamzah Diponegoro fight against colonialism which spread along Nusantara for around five years. The great war spent almost all the VOC treasure and made them bankrupt. Finally, Diponegoro won the war against the colonizer. She trained several women to be heroines.

In 2022, I watched and enjoy Catur Sagatra Event in which presented two sultanates and two princely states Kraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat, Kraton Kesultanan Yogyakarta Hadiningrat, Kadipaten Pakualam, and Kadipaten Mangkunegara in form of bedaya sacred dance or beksan which tells a story in it. 

 In this special occasion, Kadipaten Mangkunegara presented Bedaya Ladrang Mangungkung created by Mangkunegara X. Bedaya Ladrang Mangungkung was inspired from Ladrang Mangungkung Troops consisted of a group of brave women created by Samber Nyawa Prince the first Mangkunegara. They were depicted as special women who were not only better at fighting but also better at playing gamelan and dancing classical dance. Sweet and beautiful women. Same as in Ratu Ageng Tegalrejo era, the troops were created to protect the women of the royal family, especially Mangkunegara Palace had just been built as one of the autonomous of Mataram Islam dynasty. 


Selasa, 31 Januari 2023

SKRIP DRAMA GARUDEYA BAHASA INGGRIS DENGAN TEKS PRONUNCIATION(PENGUCAPAN) DASAR

 PLAY

GARUDEYA

Once upon a time in a land there were a noble name Kasyapa. He had fourteen wives

Wans upon e taim in e lend der   wer   e nobel neim  Kasyapa.  Hi  hed  fortin    waif   

 

but two of them, Kadru and Winata could not have offspring. Kadru and Winata

bat  tu of  dem,   Kadru end Winata kud    not  heiv  offspring. Kadru end Winata

 

begged to Kasyapa.

Begd     to Kasyapa.

 

Kadru           : O my husband, please give me a thousand of children.

                      O mai hasben, plis      giv    mi e thousend of children.

 

Winata         : Yes, please give me two children.

                      Yes, plis      giv mi   tu   children

 

Kasyapa        : Sure my wives, here you are.

                      Syur mai waivs, hyer yu  ar

 

Kasyapa grant his wives wish, he gave Kadru a thousand of eggs and gave Winata two eggs.

Kasyapa grant his waives wish, hi geiv Kadru e thousend of eggs end geiv Winata  tu   eggs

 

Kadru           : My eggs have hatched into dragons.

                       Mai eggs heiv heced    intu  dregens

 

Taksaka, Antaboga, Basuki         : I am Taksaka, I am Antaboga, I am Basuki.

                                                    Am Taksaka,   Am Antaboga, Am Basuki

                                                 

Winata         : Why my eggs have not hatched yet?

                       Wai mai eggs heiv  not heced    yet?

 

(Winata broke one of her eggs)

(Winata brouk   wan of her eggs)

 

Aruna           : Oh my god, I have no leg!

                      Oh mai gad, ai heiv no leg!

 

Winata         : I am sorry, dear.

                      Ai em  sori, dier.

 

Aruna           : I am angry with you, I condemned you into slave one day!

                      Ai em engri wit  yu,  ai kondemd    yu   intu  sleiv wan dey

 

In other hand, Kadru overwhelmed with a thousand of dragons. With her cunning she made

In oder  hend, Kadru overmhelmed with e thousand of dregens. With her kaning  si    meid

  

A game, guessing of the Ucchaisrawa’s colour. A horse that would come out from Mantana

E  geim,  gesing    of de  Ucchaisrawas  kaler.  E horse dat   wud    kam   aut from Mantana

 

lake.

Leik.

 

Kadru           : Let’s guess the colour of Ucchaisrawa.

                      Lets  ges    de   kaler  of Ucchaisrawa.

         

Winata         : I guess the colour is pure white.

                      Ai ges   de  kaler   is pyur wait

 

Kadru           : Ok, I guess, it will be white but with black tail.

                      Okey, ai ges, it wil bi  wait bat  with   bleik teil.

         

Actually, Ucchaisrawa was pure white, but Kadru ordered her son of dragon sprout his poison

Exsueli ,  Ucchaisrawa wes pyur wait,  bat Kadru orderd her san  of dregen sprout his poisen

 

in its tail, so the tail of the horse turn into black. Kadru won the wager and made Winata into

in its teil, sou the teil of the hors tern intu bleik. Kadru won the weger end meid Winata intu

 

 her slave.

her  sleiv.

 

Day after day, Winata’s other egg hatched into Garudeya. A brave, wise and intelligent

Dei after dei, Winatas oder egg   heced      intu Garudeya. E breiv,  wais end intelijent

 

garuda. He searched for his mother.

Garuda. Hi serchd     for his mader

 

Garudeya      : Hello my cousin dragon.

                      Hello mai keusin  dregen.

 

Antaboga     : Hello, Garudeya.

                      Hello, Garudeya.

 

Garudeya      : Tell me, a condition to set my mother free.

                      Tel mi, e kondisyen  tu set mai mader fri

 

Taksaka       : Please searched for Amreta water.

                      Plis     serch       for amreta  woter.

 

Garudeya      : Sure I will.

                      Syur ai will.

 

Garudeya flew to Kahyangan Suralaya and begged of the Amreta water, Bathara Guru gave

Garudeya fluw  tu Kahyangan Suralaya end begd   of di    Amreta woter, Bathara Guru geiv

 

him the water. When Garudeya flew down, Bathara Wisnu faced him.

Him de woter.  When Garudeya fluw dawn, Bathara Wisnu feicd him.

 

God Wisnu   : Give it to me!

                      Giv  it tu mi!

 

Garudeya      : No, I won’t.

                      Nou, ai wont

 

God Wisnu and Garudeya fighted.

Gad Wisnu end Garudeya faitd.

 

Garudeya      : Please let me bring the Amreta water.

                      Plis     let mi bring de Amreta woter.

 

God Wisnu   : No one permit to have it.

                      Nou wan permit tu heiv it.

 

Garudeya      : I need it for set my mother free.

                      Ai nid it for set mai mader fri

 

Garudeya promised to be God Wisnu’s Vehicle if he allowed the Amreta water for him.

Garudeya promisd  tu bi Gad  Wisnu’s Vihikel if hi ellowd     the Amreta woter for him.

 

Garudeya      : Here you are my cousin dragons.

                      Hyer yu ar mai keusin dregen

 

Basuki          : Well done Garudeya.

                      Well dan  Garudeya.

 

Antaboga     : Here is your mother.

                      Hyer is yor   mader.

 

Garudeya      : Thank you for set my mother free.

                      Thengkyu  for set mai mader fri.

 

Winata         : Thank you my dear son, Garudeya.

                       Thengkyu mai dier san, Garudeya.

 

Winata was free from slavery.

Winata wes fri    from sleveri

 

Before the dragons drank the amreta water, god Wisnu take the amreta water from them.

Bifor    de   dregen  drengk de amreta woter, gad Wisnu teik  the amreta woter from dem.

Jumat, 13 Januari 2023

THE STORY GARUDEYA PLAY FOR ELEMENTARY SCHOOL ADAPTED FROM ADIPARVA

 Once upon a time in a land there were a noble name Kasyapa. He had fourteen wives but two of them, Kadru and Winata could not have offspring. Kadru and Winata begged to Kasyapa.

Kadru           : O my husband, please give me a thousand of children.

Winata         : Yes, please give me two children.

Kasyapa        : Sure my wives, here you are.

Kasyapa grant his wives wish, he gave Kadru a thousand of eggs and gave Winata two eggs.

Kadru           : My eggs have hatched into dragons.

Taksaka, Antaboga, Basuki         : I am Taksaka, I am Antaboga, I am Basuki.

Winata         : Why my eggs have not hatched yet?

(Winata broke one of her eggs)

Aruna           : Oh my god, I have no leg!

Winata         : I am sorry, dear.

Aruna           : I am angry with you, I condemned you into slave one day!

In other hand, Kadru overwhelmed with a thousand of dragons. With her cunning she made a game, guessing of the Ucchaisrawa’s colour. A horse that would come out from Mantana lake.