Pernah nonton wayang bisa dihitung jari paling banyak waktu SD dan pas kuliah di Bandung sempet nonton wayang di Cilacap dua kali, tentu pengetahuan tentang wayangku tidaklah seberapa bahkan membedakan punakawan dan sentana kraton masih terbata. Saat selesai skripsi juli 2016 Agustus, dari Bandung travelling ke arah Timur singgah di Cilacap, ke Jogja kemudian ke Jawa Timur. Saat keliling Jogja aku menyempatkan untuk menonton wayang, kali pertama menonton wayang di tempat selain Cilacap tentu. Waktu itu kami sehabis naik puncak Gunung Merapi Purba Nglanggeran untuk melihat bulan purnama yang bersinar indah, turun langsung menuju lokasi wayang di daerah Pathuk Gunungkidul di pedesaan. Turun dari melihat bulan purnama tentu sudah agak malam, sampai di lokasi wayangan tak terbayangkan area panggung kelir sudah dibanjiri dengan lautan manusia jadi kita menonton agak jauh dari panggung, sesaat setelah limbukan kita baru bisa merapat sedikit ke arah dekat panggung sembari melihat-lihat ke sekitar agar tidak mengantuk. Pengalaman nonton ki Seno pertama kali, yang paling membuatku terikat dengan pagelarannya adalah karena penyajian antawecana yang disuguhkan begitu jelas, setiap tokoh yang dibawakan memiliki karakter suara unik yang disesuaikan dengan golongan dan watak tokoh wayang tersebut. Sangat membantu untuk mengidentifikasi setiap penokohan wayang bagiku yang sangat awam dengan alur cerita dunia pakeliran. ^^ Sulukannya yang begitu diresapi selalu yang aku tunggu di pagelaran beliau selanjutnya dan penyajian gending yang ditabuh yang selalu menggugah gairah penonton untuk selalu asyik setia membuka mata dan memasang telinga mendengarkan setiap adegan wayang yang dilakonkan. Saat setelah menonton kali pertama itu pak Seno meminta aku dan kembaranku untuk main ke rumah beliau 😄 membeli kerajinan kayu langka yang kita jual, sepertinya gelang-gelang tersebut masih sering dipakai sampai November 2020 kemarin. Tak lama aku di Jogja, kembali ke Cilacap untuk mengajar, hingga akhirnya mendapat beasiswa PPG di Jogja, akhir tahun 2017 aku kembali ke Jogja, tapi karena belum begitu betah hampir setiap minggu aku pulang ke Cilacap, jarang sekali nonton wayang kecuali yang dekat dari kosan di Sasono Hinggil Dwi Abad Kraton atau di Dinas Kebudayaan DIY, dan menonton ki Seno juga kalau di dekat Kota Yogya wayangannya. Awal 2018 kuliah PPGku dimulai dengan jadwal yang begitu padat kuliah pagi sampai sore full, dan sore sampai malam digunakan untuk bekerja. Saat itu masih menyempatkan untuk menonton wayang kalau benar-benar sedang suntuk perlu hal diluar kegiatan akademik dan mengajar. Pernah sekali aku temui pakeliran hura-hura yang benar-benar hura-hura dengan limbukan 2-3 jam dan goro-goro 1,5 jam membuatku kapok menonton wayang. Sudah kusempatkan waktuku yang hampir tiada libur untuk menonton lakon cerita wayang tapi yang didapat penuh dengan dagelan dan tembang. Setelah saat itu hampir tidak pernah menonton lagi, sampai akhirnya tahu dan niteni, ketika ingin menikmati lakon wayang serius di pakeliran ki Seno sebaiknya niteni juga mayangnya di mana, siapa yang nanggap dan siapa penontonnya. Jadi semenjak saat itu aku mulai menelisik, memburu lakon, aku nyari tahu dulu track record beliau ketika ditanggap instansi tertentu atau seniman tertentu atau sentana kraton yang biasanya mereka memesan lakon serius. Beberapa kali juga aku tanya ke pak Seno nanti lakonya apa, atau aku lihat dulu live streamingnya sebentar kalo seru aku datang untuk menonton ke TKP. Saking ngefansnya dengan beliau, sampai aku pingin mendalang. Saat itu diberi kesempatan untuk membawakan Wayang Kancil di Fakultas Peternakan UGM saat hut Fakultas. Sebelum aku pentas Wayang Kancil tersebut pada 7 November 2019 aku juga sempat meminta restu ke beliau, dua minggu sebelum pentas aku juga sering menonton untuk mendapatkan feel mendalang dari totalitas beliau. And alhamdulillah everything ran smoothly. Sempat ingin menulis tentang beliau, beberapa kali juga sudah mengobrol secara personal tak lama kemudian pandemi datang. Beberapa bulan tidak ada pagelaran wayang, selanjutnya pakeliran menjadi wayang climen. Selama pandemi aku tidak pernah menonton wayang climen sama sekali, sempat menanggap dengan teman-teman aku juga tidak datang karena sedang berada di Cilacap. Sempat beberapa crew mengajak nonton, bahkan pak Seno juga memberi kabar beberapa kali kalau sudah bisa nonton di Tunggul Pawenang, tapi mood nonton wayang belum muncul because I want the perfect play with janturan, jejer pertama, jejer kedua, dan sulukannya. I was so sad because I didnt come. And in 3rd of November he passed away. My deep condolence. Beruntung bisa mengenal sosok hebat sepertimu, sang pembawa keajaiban dunia pakeliran yang membuat generasi milenial begitu mencintai budaya tradisi wayang lagi. The one who was really low profile. Oleh-oleh tinggal di Jogja #kisenonurgoho #wayangkulit #wayang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar