bismillah

بِسْــــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم

Selasa, 30 Agustus 2022

THE STORY OF GARUDEYA, Sejarah Lambang Negara Indonesia



Semua orang pasti sudah tahu bahwa Garuda merupakan lambang negara Indonesia. Tapi pembaca sekalian apakah sudah tahu bagaimana sejarah Garuda dan kenapa dijadikan lambang negara Indonesia? Artefak Garudeya bisa ditemukan di beberapa situs seperti di Candi Prambanan Jogja-Jateng,Candi Sukuh Karanganyar Jawa Tengah , digambarkan juga di situs Garuda Wisnu Kencana (GWK) Bali. Artikel ini mengajak pembaca untuk memahami dan berdiskusi tentang hal tersebut. 

Garuda merupakan salah satu karakter tokoh yang diceritakan dalam kitab Adiparwa, seri pertama kuitab Mahabharata. Garuda diceritakan merupakan anak dari Winata, seorang bidadari istri dari Begawan Kasyapa.

Diceritakan bahwa Begawan Kasyapa memiliki empat belas istri, dua diantaranya tidak diberikan keturunan yaitu Winata dan Kadru. Keduanya meminta anugerah anak oleh Begawan Kasyapa yang linuwih. Kadru menginginkan seribu anak, sedangkan Winata hanya meminta dua anak. Begawan Kasyapa mengabulkan permintaan istrinya dengan memberikan Kadru seribu telur dan kepada Winata memberika dua telur.

Waktu berlalu, ternyata telur Kadru sudah mulai menetas diantaranya adalah naga bernama Antaboga dan Taksaka. Melihat telur Kadru sudah menetas, Winata dengan tidak sabar memecahkan salah satu telurnya. Menetaslah menjadi sosok burung yang belum sempurna karena tidak memiliki

kaki. Burung tersebut bernama Aruna yang kini menjadi kendaraan Bathara Surya, sang dewa matahari. 


Di sisi lain, Kadru dengan seribu anak naga merasa kewalahan. Maka Kadru menyusun siasat agar Winata yang menjadi pengasuh anaknya dengan cara mengadakan taruhan menebak kuda berkepala enam, Ucchaisrawa yang akan muncul dari danau mantana "Tirta Amreta".

Winata menebak Ucchaisrawa yang akan keluar adalah berwarna putih murni, sedangkan Kadru menebak kuda yang akan muncul berwarna putih berekor hitam. Akhirnya Ucchaisrawa muncul berwarna putih murni, namun karena Kadru ingin memenangkan taruhan tersebut, akhirnya memerintahkan anaknya yang naga untuk menyembur ekor kuda tersebut sehingga berwarna hitam. Kadru memenangkan taruhan dan Winata diperbudak oleh Kadru untuk mengurus seribu anak naga. Seseorang yang dapat menyalamatkan Winata suatu saat nanti adalah anaknya yang belum menetas.

Tiba saatnya telur Winata yang kedua menetas, dia adalah Garudeya. Garudeya tumbuh menjadi anak yang cerdas, kuat, dan berbudi pekerti luhur. Garudeya mendapat petunjuk bagaimana cara menyelamatkan ibunya, para naga menyuruhnya untuk mencari tirta amreta. Dengan kegigihan Garudeya, dia pergi ke kahyangan menemui Bathara Guru untuk memohon air suci tersebut. Awalnya Bathara Guru tidak akan menyerahkan air tersebut karena tahu air suci tersebut akan jatuh ke tangan para naga, namun mendengar alasan Garudeya bahwa air tersebut digunakan untuk salah satu syarat untuk membebaskan ibunya dari perbudakan maka diperbolehkan membawa tirta amreta tersebut. Saat perjalanan turun dari kahyangan Suralaya, Bathara Mencegat laku Garudeya sehingga terjadi pertempuran dan Garudeya berhasil dikalahkan oleh Bathara Wisnu. Namun sekali lagi Garudeya mengucapkan niatnya mengambil tirta amreta adalah untuk menyelamatkan ibunya dari perbudakan, Garudeya bersedia dan berjanji akan mengabdikan diri kepada Bathara Wisnu dan sebagai kendaraan beliau.

Maka Bathara Wisnu mengabulkan dan memberikan tirta suci tersebut. Tirta Amerta tersebut berhasil menyelamatkan Winata dari perbudakan. Saat tirta amreta akan diminum oleh para naga, Bathara Wisnu turun untuk merebut kembali air amreta tersebut, air amreta berceceran di rumput. Para naga menjilati air suci tersebut di rerumputan dan menyebabkan lidahnya bercabang menjadi dua.

Sultan Hamid II mengusulkan simbol garuda dari kitab Adiparwa Mahabharata, dari cerita Garudeya yang menyelamatkan ibunya dari perbudakan/ dalam hal ini menyelamatkan ibu pertiwi dari penjajahan dan perbudakan.

 


The Story of ꦒꦫꦸꦺꦢꦪ

Once upon a time, there was a nobleman named Kasyapa, grandson of Gods Brahma. He was given fourteen wives, unfortunately, the two of them could not give offsprings. Those two wives begged  Kasyapa, Kadru begged a thousand children and Winata begged two children. Kasyapa with his power obeyed the wishes by giving Kadru a thousand eggs and Winata two eggs. The wives took care of their eggs carefully.


Times flies and the thousands of Kadru’s eggs had hatched into dragons, three of them were Basuki, Taksaka, and Antaboga. Yet, Winata’s eggs had not hatched, couldn’t wait for  Winata to break one of her eggs. Unfortunately, it hatched into an imperfect bird with no legs,  named Aruna. Nevertheless, because of his mother's deed, Aruna condemned his mother to be a slave one day.

On the other side, Kadru with her thousands of little dragons became overwhelmed. With her cunning, Kadru planned to make Winata,  her slave. So, Kadru ordered Winata to guess the colour of Uccaihsrawa, a horse that would come out from Mantana, milk lake. Winata guessed that the colour of the horse would be pure white, however Kadru’s opinion it would be white with black in its tail.

Uccaihswara that came actually was pure white, but Kadru ordered his son to sprout poison’s dragon in its tail, suddenly the tail turned black. It made Kadru win the wager and made Winata to be her slave and took care Kadru’s thousand dragons.

The last Winata’s egg hatched was named Garudeya. Garudeya grew and became strong, intelligent, and wise. By the request of dragons, Garudeya searched for Amreta water as a condition to set his mother free. To get the water, Garudeya had to meet gods Guru. Many obstacles had been passed through, and he almost failed to get the Amreta water. He met gods Guru and begged the water by heart, he told Guru that the water was going to be used to redeem his mother from slavery.

But gods Vhisnu flew down and fight Garudeya, again Garudeya Begged to bring Amreta Water to set his mother free but then Garudeya promised to be Vhisnu’s vehicle. Garudeya’s struggle gave a relief result, his mother was exempted from slavery.

The story was adapted from Adiparwa (the first book of Mahabharata), relief Garudeya or Angruni Prambanan Temple and Sukuh temple in Karanganyar Central of Java



Cara pembacaan dapat disimak pada link ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar