bismillah

بِسْــــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم

Kamis, 22 Maret 2018

Awal Gemar Menonton Wayang

Wayang Gedog
Keluargaku tinggal di daerah Cilacap Barat, Cilacap perbatasan dengan Jawa Barat jadi jarang sekali ada pagelaran wayang kulit, berbeda dengan daerah Cilacap yang berbatasan dengan Kebumen yang biasanya banyak dalang dan juga banyak pagelaran wayang kulit. Bapakku adalah seorang yang suka sekali dengan Budaya Jawa beliau suka sekali tembang Jawa, pintar membuat sinom, pangkur, geguritan dan lain sebagainya dan bahkan faseh sekali kalau menulis aksara Jawa.
Suatu ketika saat aku duduk di bangku SD, bapak antusias sekali kalau ada acara wayang semalam suntuk di salah satu stasiun TV dan kemudian bercerita kepada kami. Dengan penuh semangat bapak mengajakku dan kembaranku untuk menonton juga. Tentu kita sangat senang, dan kebetulan acara wayang tersebut biasanya ada di malam Minggu. Kalau ada acara wayang kami langsung menggelar kasur di depan tv. Acara wayangnya memang tengah malam, yaitu mulai sekitar jam 22.00 malam, biasanya aku dan kembaranku tidur sebelum acara dimulai.

Acara wayang dimulai, kami pun dibangunkan oleh bapak. Untuk pertama kami tentu tak mengerti benar siapa tokoh-tokoh wayang yang sedang tampil dan apa alur ceritanya. Kami biasanya bertanya kepada bapak, mereka sedang berbicara mengenai apa, dalangnya siapa, dan kemudian sindennya pun kami bahas.

Tahukah tokoh wayang yang terngiang dalam benakku siapa saja?
Wayang Beber Sultan Agung Gaya Wonosari
Pandawa lima tentu saja yang terdiri dari Yudishtira (Puntadewa), Arjuna (Dananjaya, Brihanala), Wrekudara (Bimasena, Bratasena), Nakula dan Sadewa. Tokoh lain yang pasti ada dan hanya ada di pewayangan Jawa yaitu Punakawan yang terdiri dari Semar, Gareng, Petruk, dan Bagong. Buto yang sepertinya sering muncul di pagelaran wayang yaitu buto cakil dan Raden Setiaki. Untuk Wayang perempuan yang aku ingat adalah Dewi Kunthi dan juga Bethari Uma/ Betari Durga.

Bapak memang mengajarkanku untuk mencintai Budaya Jawa sejak dini, tak hanya wayang saja tapi juga mengajarkan bahasa krama, suluk-suluk dasar dan cara menulis Aksara Jawa. Sehingga kita menjadi peka terhadap Budaya Jawa dan mencintai budaya sendiri.

Mungkin saat SMP dan SMA aku mempelajari hanya cerita wayang secara dasar tanpa mempelajari lebih detail tentang tokoh dan perwatakan wayang, jenis wayang dan tak mempelajari bagaimana bisa terjadi perang Barathayudha dan lain sebagainya, kronologi cerita pewayangan dari Ramayana, Barathayudha, dan juga Panji.

Wayang Kancil
Kemudian saat kuliah aku juga masih sempat mempelajari lagi, terutama saat lulus S1 dan melanjutkan Profesi aku pindah dari Bandung ke Yogyakarta, tempat yang kaya akan budaya. Di Yogyakarta ini aku sering meluangkan waktu untuk menonton wayang.  Awalnya aku hanya menonton pagelaran wayang yang di dalangi oleh ki Seno Nugroho. Dalang kondang dan terlaris di Yogyakarta. Ciri khasnya yang menyajikan wayang dan gaya berceritanya yang mudah dipahami oleh penonton membuat aku yang lumayan awam akan cerita pewayangan sedikit demi sedikit dapat mengidentifikasi perwatakan dan nama-nama tokoh wayang lebih lengkap dan juga alur ceritanya.

Memang tak begitu mudah untuk memahami cerita wayang secara utuh, apalagi cerita yang disajikan selama semalam suntuk. Aku biasanya akan memahami cerita secara lengkap ketika sudah menonton dua atau tiga kali pagelaran wayang dengan lakon/judul yang sama. Dan saat atau setelah menonton wayang biasanya saya bertanya-tanya dengan wiyogo/penggamel dan bahkan bertanya dengan dalangnya langsung. (Ini saking ngga taunya atau saking ingin tahunya tentang wayang :D)

Cara lain untuk memahami wayang yaitu dengan membaca cerita-cerita wayang dan juga berdiskusi dengan beberapa orang mengenai wayang yang telah aku tonton. Biasanya aku berdiskusi dengan kembaranku yang sudah lama tinggal di Yogyakarta karena memang S1nya di Yogyakarta dan juga pacarnya yang sekarang yang kebetulan juga dulu berkuliah di jurusan seni kriya wayang. Aku juga dipinjami beberapa buku tetang pewayangan seperti buku Barathayudha transliterasi/terjemahan I Nyoman yang berisi cerita wayang versi India, Adiparwa dan beberapa ensiklopedia Kultur Budaya Jawa berjudul Court Art of Indonesia Jessup, Hellen Ibbitson (1992). Membahas juga beberpa perbedaan cerita wayang yang disajikan di India dan di Jawa.

Ternyata belajar wayang itu juga selain belajar mengenai filosofi-filosofi kehidupan juga belajar tentang seni dan budaya. Aku sebagai penikmat wayang merasa senang ketika menyimak gamelan dan suluk-suluk yang dibacakan. Pagelaran wayang kulit termasuk pagelaran seni yang lengkap, dalam pewayangan terdapat seni sastra, lagu, musik dan bahkan seni kriya wayangnya.

Dari pagelaran wayang ke pagelaran wayang aku terus belajar, karena tak bisa dipungkiri sastra adalah ilmu pengetahuan non exacta yang pasti mempunyai beberapa variasi di beberapa tempat. Di Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur biasanya memiliki alur cerita dan versi masing-masing. Wayang di Jawa Tengah pun ada versi Banyumasan, Solo dan lain sebagainya. Bahkan di Yogyakarta sendiri mungkin akan memiliki beberapa versi ketika satu lakon cerita dibawakan oleh beberapa dalang yang berbeda. Terlepas dari itu memang sebetulnya inti dari pagelaran wayang adalah belajar tentang sifat baik dan buruk melalui tokoh pewayangan yang disajikan yang artinya belajar tanpa harus ada yang digurui atau mengurui.

Sampai sekarang aku masih kagum dengan seni pagelaran wayang. Beberapa dalang yang sudah saya tonton adalah ki Mantep Sudarsono (Dalang kondang di Indonesia), ki Seno Nugroho(Dalang kondang dan terlaris di DIY), ki Catur Benyek Kuncoro (Dalang Wayang Hip Hop), ki Gilang Tomaskumoro (Dalang Muda pemenang Dalang Mumpuni di Festival Dalang Muda Nasional 2016) dan mereka adalah dalang favoritku sejauh ini. Dalang lain yang pernah aku tonton adalah ki Gondo Suharno, Ki ..... Lebdo Cerito emmmm lupa :D

Sebelum bulan Februari 2018 banyak sekali pagelaran wayang di DIY, tapi semenjak dana aspirasi kebudayaan yang untuk pagelaran wayang dihentikan karena alasan aliran dana yang tidak sehat tak banyak lagi pagelaran wayang di DIY. Aku agak menyayangkan sebetulnya.

Lestari terus pagelaran wayang ...... !!! Warisan budaya lisan dan non bendawi / Masterpieces of the oral and intangible heritage

Tidak ada komentar:

Posting Komentar