bismillah

بِسْــــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم

Rabu, 17 November 2021

Metode Sariswara di Lingkungan Sekolah dan di Era 4.0

 Metode Sariswara di Lingkungan Sekolah dan di Era 4.0

Selulus saya menyelesaikan S-1 di Cimahi, saya menyambangi Kota Pendidikan, Yogyakarta. Saya merupakan lulusan S-1 Pendidikan Bahasa Inggris, dimana saya nantinya akan terjun menjadi seorang pengajar. Setibanya di Yogyakarta, saudara kembar saya mengajak untuk berkunjung ke Museum Dewantara Kirti Griya. Beruntung karena Museum tersebut merupakan rumah milik ki Hajar Dewantara yang merkam ruang dan jejak ki Hajar Dewantara semasa hidupnya. Ki Hajar Dewantara yang kita kenal sebagai Bapak Pendidikan Indonesia yang merupakan salah satu tokoh perpengaruh bagi kemerdekaan di Indonesia. Beliau berkiprah di tiga bidang sekaligus yaitu di bidang pendidikan, kebudayaan dan politik. Banyak tulisan beliau membahas dan mengkritisi mengenai tiga topik tersebut, bahkan tulisan-tulisan beliau di berbagai media masa dan buku kini telah dikumpulkan dan dijadikan buku.

Kunjungan ke Museum Dewantara sangat berkesan bagi saya. Kegiatan saya di Museum Dewantara saat itu yaitu dapat membaca buku di perpustakaan museum, menghadiri diskusi Selasa Wage atau menonton pertunjukan di pendapa. Hal menarik saat itu saya ketahui saat membaca buku diperpus tanpa sengaja saya mendengar suara anak menyanyikan lagu tembang dolanan anak dan diiringi alunan gamelan. Saya mencari sumber suara tersebut yang ternyata berada di Pendapa Ibu Pawiyatan Tamansiswa, dan yang membuat takjub suara tersebut merupakan suara

live anak-anak yang sedang berlatih untuk pementasan Sariswara Langen Carita yang juga diiringi alunan gamelan.

Saat itu saya sangat tertarik untuk mempelari lebih lanjut mengenai metode sariswara. Benak saya berbicara dan menginginkan untuk mengajar di Tamansiswa dan berharap saat PPG nanti saya dapat prakek mengajar di Ibu Pawiyatan namun ternyata sekolah PPL PPG saya sudah ditentukan oleh kampus. Saya tidak patah semangat, saya masih terus mengikuti dan mengamati Tamansiswa Ibu Pawiyatan di pementasan-pementasan Sariswara Langen Carita. Sayapun mulai mencari tahu mengenai Metode Sariswara.

Metode Sariswara merupakan metode yang digunakan oleh ki Hajar dalam mendidik anak-anak di sekolah. Metode ini menggunakan seni dan sastra dalam proses belajar mengajar sebagai sarana penghalus akal budi manusia. Metode sariswara juga bertujuan mempertebal watak baik manusia. Kehidupan manusia secara alamiah dan secara kodrat sangatlah dekat dengan seni dan sastra. Diharapkan Metode Sariswara dapat membantu membangun jiwa anak menjadi pribadi berbudi pekerti luhur dan berbudaya. Lawan Sastra Ngesti Mulya merupakan jargon dari Metode Sariswara yang artinya dengan sastra hidup akan menjadi mulia. Sastra menjadi salah satu penanda kemajuan peradaban dan ciri khas suatu bangsa. Sudah sepatutnya kita mengapresiasi karya sastrawan lokal baik yang disadur dari sastra tradisi klasik maupun dari sastra tradisi modern. Sastra Nusantarapun termasuk sangat kaya dan lengkap yang bisa dibedakan menjadi sastra lisan maupun sastra tulis. Sastra ini tentunya dapat digali sebagai bahan metode pembelajaran siswa dalam balutan Metode Sariswara.

Sastra lisan merupakan sastra tak benda yang dapat berupa dongeng, legenda, fabel, cerita wayang, lagu, pantun, teka-teki, dll. Sastra lisan biasanya disajikan dan dituturkan dari mulut ke mulut yang memungkinkan dari satu pencerita ke pencerita yang lain bisa menceritakan detail yang berbeda walaupun jika ditarik kesimpulan akan menghasilkan intisari yang sama. Sastra lisan dapat menumbuhkan kreatifitas penciptaan, karena detail cerita atau detail Bahasa dan sastra yang disajikan dapat ditentukan oleh pencerita itu sendiri. Sastra lisan yang sudah mulai luntur di nusantara dapat dihidupkan kembali sebagai jalan pendidikan dan jalan budaya. Saat ini sastra lisan dapat disajikan dengan berbagai cara, baik menggunakan wayang media seperti boneka wayang, alunan music tradisional, tembang maupun tanpa wayang bagi pelantun dongeng, pantun, puisi, geguritan, macapat, syair, gurindam dll. Sastra lisan dapat menyajikan dan mengasah penghayatan emosional, intonasi nada, ekspresi dan juga kemampuan komunikasi antara pencerita dengan audien.

Selanjutnya, sastra tulis merupakan sastra yang sudah tersaji ke dalam bentuk tulisan. Karya sastra tulis cenderung lebih mudah ditemui karena berbentuk arsip tulisan. Sastra tulis di era modern seperti sekarang banyak dipublikasikan dalam media cetak maupun media digital, sehingga dapat diakses dengan mudah. Istilah sastra sendiri masih menjadi polemik dari segi arti, penulis di sini lebih mengartikan sastra yang dibagi menjadi dua macam yaitu sastra fiksi dan sastra non fiksi.

Sariswara menggunakan berbagai macam karya sastra seperti lagu, tembang dolanan, permainan tradisional, tari, olahraga tradisional, puisi, geguritan, macapat, pantun, dongeng, cerita sejarah yang disadur dari kekayaan sastra rakyat lokal sentempat, sehingga metode yang dibawakan dekat dengan peserta didik, dapat menumbuhkan cirikhas kepribadian dan kebudayaan anak didik. Sariswara juga memungkinkan anak dari suatu daerah mempelajari sastra dari daerah lain sebagai bentuk pengentahuan Nusantara yang akhirnya akan melahirkan dan memupuk sikap Bhineka Tunggal Ika.

Sayangnya Metode Sariswara mulai tenggelam, mungkin karena pendidikan Indonesia sempat mengadopsi banyak metode dari berbagai ahli di dunia. Namun perlu di ketahui, saat ki Hajar diasingkan di negeri Belanda beliau aktif mengikuti pertemuan dengan tokoh pendidikan berpengaruh di dunia seperti Montesori dan juga Federich Wilhelm. Pertemuan tersebut merupakan panel diskusi dan sesi sharing dalam rangka mengembangkan metode pendidikan di dunia. Dapat dilihat dari hasil pertemuan tersebut, Montesori mengadopsi beberapa gagasan ki Hajar mengenai pendidikan dan diterapkan di metode pembelajaran Montesori. Mungkin Bapak/Ibu sekalian baru menyadari ketika membaca artikel ini. Harapan saya ketika Bapak/Ibu membaca artikel ini, Bapak/Ibu dapat terilhami dari Metode Sariswara dan dapat menerapkan Metode Sariswara di lingkungan sekolah, masyarakat dan keluarga.

Era digital 4.0 dan pandemi Covid-19 mendorong para pendidik untuk berinovasi, menggunakan gawai dalam melakukan kegiatan belajar-mengajar. Tak terlepas dari Metode Sariswara Tamansiswa, metode ini memungkinkan untuk dikolaborasi dengan akun berbasis teknologi seperti Youtube, Google Meet, Zoom, Whatsapp, Instagram, dll. Museum Dewantara bekerjasama dengan Balai Pelestari Nilai Budaya DIY dari bulan Agustus-Oktober 2021 telah mengadakan lokakarya Pamong Pelopor Sariswara (PPS) yang menjembatani dan menjadi wadah bagi para pendidik baik pendidik dilingkungan formal maupun pendidik dari lingkungan non-formal. Peserta PPS dibekali banyak pengetahuan dan mengasah Metode Sariswara dari pakar Sariswara dan praktisi Sariswara. Peserta PPS-pun setiap minggunya diberi tugas untuk membuat produk rancangan pembelajaran berbasis Sariswara.

Pembelajaran Sariswara dapat dikolaborasi menggunakan media akun berbasis teknologi sebagai sarana peserta didik mengekspresikan sastra, misalkan membaca puisi, menyanyikan lagu, tari tradisional, tari klasik, tari tradisional modern, berbalas pantun maupun penyajian cerita berantai. Dengan adanya akun berbasis teknologi, guru dapat mengunggah hasil pembelajaran metode Sariswara ke akun Youtube atau Instagram ini dapat mempermudah para peserta didik, orang tua dan masyarakat turut mengapresiasi, memberi dukungan moril maupun materiil peserta didik dalam proses belajar menggunakan metode Sariswara. Penggunaan akun berbasis teknologi dapat juga dijadikan alat pembelajaran pengumpulan hasil belajar siswa, sehingga dengan adanya pandemi metode ini tetap bisa berjalan dengan semestinya. Era pandemi seperti sekarang masih ada peluang untuk mencetak generasi berbudaya dan berbudi pekerti luhur.

 

Langkah membuat Karya Tulisan ala Prof Imam ITS

1.       Menentukan judul,

2.       Membuat delapan kerangka sub judul,

3.       Mengembangkan setiap sub judul menjadi empat kajian topik,

4.       Mengembangkan setiap topik dengan masing-masing berisi tujuh kata.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar