bismillah

بِسْــــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم

Rabu, 08 Mei 2019

Sepenggal Kisah dalam Ensiklopedia Sastra Jawa dan Serat Menak

Suatu ketika saat interhsip di sebuah sekolah menengah pertama milik Muhammadiyah, setiap jam dzuhur aku kerap diberi mandat untuk mengisi kajian bagi anak perempuan yang berhalangan untuk sholat. Kajianku tak berat-berat mengingat aku bukan guru agama. Hanya mengulas cerita tentang nabi-nabi, risalah tentang haid dan diskusi kecil mengenai Islam, atau sekedar hafalan surat pendek. Tapi tidak lagi menjadi rutinitasku semenjak mereka tau isi buku bacaan yang setiap hari aku lahap di meja piket. Apakah ada yang aneh? Kurasa tidak, apalagi buku yang aku baca hanyalah Ensikopedia Sastra Jawa terbitan Balai Bahasa Yogyakarta yang aku temukan di perpustakaan sekolah itu sendiri. Buku itu memang buku pertama yang membuatku begitu semangat untuk berada di sekolah itu. 👀
Aku lahap satu-persatu bahasan tentang kesusastraan literasi Jawa, mulai dari serat, majalah Jawa, sastra seni pedalangan, Sekar, maestro/parameng/mpu Jawa, dll. Sampai suatu ketika aku membaca tentang sekuen serat Menak Yogyakarta yang terpengaruh oleh kesusastraan Persia. Saat Aku membacanya dengan serius jurnal cerita tentang Amir Hamzah (dalam serat Jawa dikenal sebagai Ambyah atau Wong Agung/Tiyang Agung Jayengrana dan Umar Maya yang menjelajah melewati hutan-hutan dan bertemu jin siluman setempat. Mereka sempat berperang dengan jin siluman kafir hutan tersebut. Ternyata seorang security ikut menyimak bacaanku, security yang kami kenal sangat taat beribadah. Beliau nyeletuk "Masa iya si orang berkelahi sama jin siluman?" Terheran-heran, menganggap tabu dan irasional
Aku langsung menanggapi "Lho bisa dunk Pak, apalagi itu zaman Islam dahulu kala yang berhijrah melewati hutan-hutan yang masih banyak dihuni jin dan siluman wajar kalau mereka berkelahi dengan mahluk yang demikian itu."
Security tersebut menganggapnya sebagai dongeng dan seperti menentang cerita tersebut. Well... Apa boleh buat, mungkin orang Indonesia/orang Jawa kurang mengerti tentang serat Menak atau cerita dizaman dahulu yang sedikit berbeda dengan masa sekarang. Semenjak saat itu tak ada lagi tugas untukku mahasiswa PPL PPG untuk mengisi kajian untuk anak perempuan. Agar tau seluk beluk sejarah akupun makanya mulai mempelajari, karena aku sadar aku harus tau sejarah. Apa Yang terjadi di zaman leluhur. Aku yakin banyak suri tauladan, pelajaran, budi pekerti yang bisa Kita ambil hikmahnya, yang kita bisa telaah harus seperti apa dan bagaimana sikap kita terhadap masalah seperti yang diceritakan, harus mengambil posisi karakter yang mana. Apalagi cerita Menak merupakan cerita heroik Islami Yang begitu menarik mengenai paman Nabi Muhammad, Amir Hamzah (Ambyah atau Wong Agung Jayengrana) dan patihnya Umar Maya, perjalanan romantisme pendekar dan putri China wanita, Widaninggar, adik dan ibunya juga kisah cinta Marpinjun.
Konflik perdebatan mulai membuih diantara guru-guru tentang bacaanku. Apalagi saat aku mengajak diskusi dua guru agama yang seumuran denganku mengenai adam itu diciptakan dari tanah dibumi bukan? Kalau iya tanah bagian mana? Kalau bukan lalu tanah apa kira-kira... 👀 Hanya mengajak sedikit berfikir... Mungkin saja bacaanku dan bahan pembicaraanku kurang menarik atau kurang membuat mereka berkenan. Padahal aku hanya ingin mengetahui pendapat setiap orang agar menambah pengetahuan. Well

#myjournal #myjourney
Pict 1 Karakter Tiyang Agung Jayengrana dalam tari Golek Menak yang diperankan oleh Mas Kref
Pict 2 Lukisan mengenai wanita dan wayang golek dalam pameran lukisan di Taman Budaya Yogyakarta
#myjournal #myjourney

Tidak ada komentar:

Posting Komentar